
Nilai-Nilai Sumpah Pemuda dan Relevansinya di Era Digital
Tahun 2024 merupakan peringatan Sumpah Pemuda ke-96. Hal ini menjadi kesempatan penting untuk merenungkan sejarah panjang perjuangan Indonesia dalam memperjuangkan persatuan dan kemerdekaan. Sejak dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda telah menjadi simbol persatuan nasional, yang menyatukan berbagai suku bangsa, agama, dan budaya di bawah satu bendera Indonesia. Dalam situasi saat ini, tantangan dan peluang yang dihadapi negara Indonesia semakin beragam, terutama dengan hadirnya era digital dan pertumbuhan globalisasi. Untuk menerapkan Sumpah Pemuda dalam konteks saat ini, penting untuk meninjau kembali nilai-nilai dari sumpah pemuda tersebut.
Sumpah Pemuda muncul dari kesadaran nasional yang terbentuk di kalangan pemuda Indonesia pada awal abad kedua puluh. Saat itu, Indonesia berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda, dan rakyatnya terbelakang secara politik, ekonomi, dan sosial. Namun, gerakan kebangkitan nasional mulai mendapat perhatian dengan terbentuknya organisasi-organisasi muda seperti Jong Java, Jong Sumatra Bond, Jong Celebes, jong islamieten bond, jong ambon, sekar rukun, PPPI, dan pemuda kaum betawi. Kelompok-kelompok ini berupaya untuk meningkatkan kesadaran nasional dan memperjuangkan hak asasi manusia.
Kongres Pemuda Kedua, yang diselenggarakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta, merupakan puncak perjuangan pemuda untuk persatuan Indonesia. Kongres ini dihadiri oleh para remaja dari berbagai suku dan daerah yang, meskipun berbeda, memiliki tujuan yang sama: kemerdekaan Indonesia. Pada akhir kongres, mereka mengesahkan Sumpah Pemuda, yang memiliki tiga poin utama yaitu satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Ketiga poin ikrar Sumpah Pemuda tersebut memiliki implikasi yang mendalam terhadap pentingnya persatuan dalam mencapai tujuan kemerdekaan. Para pemuda saat itu tahu bahwa tanpa persatuan, Indonesia tidak akan mampu meraih kemerdekaan dari penjajahan. Oleh karena itu, melalui Sumpah Pemuda, mereka mencanangkan jati diri nasional yang melampaui batas-batas suku dan daerah.
Keyakinan Sumpah Pemuda tetap relevan bahkan setelah 96 tahun. Namun, isu-isu yang dihadapi oleh pemuda saat ini berbeda dari yang dialami pada tahun 1928. Isu-isu persatuan dan identitas nasional menjadi lebih kompleks di era digital saat ini. Keberadaan teknologi informasi, khususnya media sosial, memungkinkan masyarakat Indonesia menjadi lebih terhubung, tetapi juga menciptakan ruang untuk kesenjangan dan konflik sosial. Salah satu kesulitan paling serius di era digital adalah penyebaran berita bohong dan missinformasi yang meluas, yang dapat memecah belah negara. Media sosial sering digunakan untuk memicu kebencian dan memperburuk perpecahan masyarakat. Perilaku ini dapat merusak nilai-nilai kebersamaan yang diperjuangkan oleh para pemuda pada tahun 1928. Oleh karena itu, semangat Sumpah Pemuda harus ditransformasikan ke dalam konteks digital melalui pemanfaatan teknologi informasi guna membangun jati diri dan solidaritas nasional. Generasi muda yang aktif di media sosial harus menjadi agen perubahan, yang mengedepankan toleransi, gotong royong, dan solidaritas antar sesama warga negara. Media sosial harus digunakan untuk memperkuat jati diri bangsa, bukan untuk menimbulkan perpecahan.
Selain tantangan teknologi, globalisasi juga memberikan tantangan bagi jati diri bangsa. Masuknya budaya global ke Indonesia melalui berbagai media kerap kali mengubah nilai-nilai budaya lokal. Di satu sisi, globalisasi memungkinkan Indonesia untuk tumbuh dan berpartisipasi dalam kancah dunia. Di sisi lain, globalisasi berpotensi merusak kearifan lokal dan jati diri bangsa jika tidak ditangani dengan baik.
Semangat Sumpah Pemuda harus menjadi benteng dalam melestarikan jati diri bangsa dalam menghadapi globalisasi. Bukan berarti menolak segala bentuk pengaruh dari luar, tetapi bagaimana menyaring dan menerima nilai-nilai yang bermanfaat dari globalisasi tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Generasi penerus harus menyadari pentingnya melestarikan budaya dan bahasa Indonesia sebagai bagian dari jati diri bangsa yang lestari.
Pendidikan sangat penting untuk menanamkan semangat Sumpah Pemuda kepada generasi penerus. Di era globalisasi dan digitalisasi ini, pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga untuk mengajarkan nilai-nilai kebangsaan. Kurikulum pendidikan harus mampu menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa, serta menanamkan rasa cinta tanah air. Lebih jauh, pendidikan harus mampu memberikan kesadaran akan sejarah bangsa, khususnya sejarah perjuangan pemuda dalam mendeklarasikan Sumpah Pemuda. Pemahaman sejarah dapat membantu generasi muda untuk menghargai pengorbanan para pendahulu dan memiliki keberanian untuk melanjutkan perjuangan dalam perspektif yang lebih tepat untuk masa kini.
Peringatan Sumpah Pemuda ke-96 bertepatan dengan persiapan Indonesia menuju 100 tahun kemerdekaannya pada tahun 2045 yang dijuluki sebagai “Indonesia Emas”. Dalam perjalanan menuju Indonesia Emas, peran pemuda sangatlah penting. Pemuda adalah agen perubahan yang akan membentuk masa depan bangsa.
Salah satu persoalan terbesar yang harus dihadapi generasi muda saat ini adalah bagaimana memanfaatkan bonus demografi, yaitu kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak daripada jumlah penduduk usia non-produktif. Bonus demografi ini merupakan peluang yang sangat baik bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing di kancah global. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, bonus demografi dapat berdampak negatif bagi negara. Oleh karena itu, sikap solidaritas Sumpah Pemuda harus menjadi landasan bagi generasi muda dalam menghadapi berbagai permasalahan di masa mendatang. Generasi muda harus mampu bekerja sama, saling mendukung, dan menjaga persatuan di tengah keberagaman yang ada. Hanya melalui persatuan, Indonesia dapat mencapai cita-citanya menjadi bangsa yang maju, kaya, dan berdaulat di kancah global.
Sumpah Pemuda ke-96 pada tahun 2024 memberikan kesempatan bagi bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk merenungkan kembali nilai-nilai kebersamaan yang telah terjalin hampir satu abad yang lalu. Tantangan persatuan semakin kompleks di era digital dan globalisasi, tetapi generasi muda dapat terus menjaga dan memperkuat persatuan nasional dengan sikap yang sama. Pemuda harus mampu melihat manfaat teknologi dan demografi sebagai kemungkinan untuk membangun bangsa yang lebih kuat, sambil tetap mengingat jati diri bangsa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita. Indonesia dapat melangkah menuju Indonesia Emas yang berdaulat, adil, dan makmur pada tahun 2045 dengan mewujudkan semangat Sumpah Pemuda.
Oleh : Muhammad Faris Fahmi, S.Pd.