
Membangun Chemistry Belajar Siswa Melalui Pendekatan Personal
Pepatah Arab mengatakan:
“Metode itu lebih penting dari materi. Guru lebih penting dari metode. Dan jiwa guru lebih penting dari guru itu sendiri.”
Pepatah di atas menyiratkan bahwa keberhasilan pendidikan tidak semata-mata ditentukan oleh apa yang diajarkan (materi), melainkan oleh bagaimana cara mengajarkannya (metode), siapa yang mengajarkan (guru), dan lebih dalam lagi, oleh semangat dan keikhlasan yang ada dalam diri sang guru (jiwa guru).
Dalam pelajaran matematika, hal ini sangat relevan karena matematika sering dianggap sebagai pelajaran yang kaku dan sulit. Padahal, dengan metode yang tepat, guru bisa membuat matematika terasa hidup, menyenangkan, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Seorang guru matematika yang memahami pentingnya metode akan mencari cara kreatif dalam mengajar, seperti menggunakan permainan, media interaktif, atau pendekatan kontekstual. Namun, lebih dari itu, guru yang penuh dedikasi akan menyesuaikan metodenya dengan kebutuhan siswa, memperhatikan gaya belajar yang berbeda, dan tidak menyerah ketika siswa belum paham. Guru seperti ini tidak hanya mengajar rumus, tapi juga menumbuhkan rasa percaya diri siswa dalam berpikir logis dan menyelesaikan masalah.
Namun, semua itu bermuara pada “jiwa guru”—yakni niat, cinta, dan tanggung jawab yang tulus dalam membimbing siswa. Dalam konteks matematika, jiwa guru tercermin saat ia sabar menjelaskan ulang, saat ia bersedia mendengarkan kebingungan siswa tanpa menghakimi, dan saat ia bersukacita melihat muridnya perlahan memahami konsep yang sebelumnya terasa asing. Jiwa guru menjadikan pelajaran matematika bukan sekadar soal benar-salah, tetapi sebagai sarana untuk menanamkan nilai ketekunan, kejujuran, dan logika berpikir yang akan bermanfaat seumur hidup.
Saya pun juga masih jauh dari kata sempurna. Saya masih sering ngebut ketika menyampaikan materi dan kadang terlupa bahwa yang mungkin diingat yaitu anak, bukan materinya tetapi metodenya. Paling tidak guru berusaha menghadirkan pembelajaran matematika yang menyenangkan dan bermakna melalui berbagai cara. Di antaranya dengan memanfaatkan game di tablet untuk menarik perhatian siswa dan melatih keterampilan berhitung secara interaktif. Selain itu, guru juga membuat permainan di dalam kelas menggunakan benda-benda sekitar, seperti penggaris, tali, atau bahkan hasil sitaan siswa seperti kartu UNO yang diubah menjadi media pembelajaran untuk materi Triple Pythagoras. Tak jarang, pembelajaran juga dilakukan di luar kelas agar siswa dapat melihat langsung penerapan konsep matematika dalam kehidupan nyata. Guru pun mendorong siswa untuk mencari informasi di internet yang berkaitan dengan pelajaran sebagai bagian dari pembelajaran mandiri. Penggunaan alat peraga dan media pembelajaran lainnya juga menjadi strategi untuk membantu siswa memahami konsep-konsep abstrak dengan cara yang lebih konkret dan visual.
Berikut pesan Pani Monika (Kepala Sekolah) untuk Bu Fakurly (Guru Bahasa Inggris) ketika Bu Fakurly pertama kali mengajar di Polandia:
“Yang paling penting kamu lakukan sebulan pertama bukan belajar administrasi pengajaran atau rencana bagaimana membuat anak-anak pintar. Bukan juga memilih buku terbaik atau strategi terbaik. Tetapi gunakan waktu lebih banyak untuk mengenali dan mendalami karakter muridmu di sini, karena yang terpenting bagi guru dan murid adalah hubungan. Gunakan seminggu, sebulan, atau sebanyak apapun yang kamu butuhkan untuk membangun hubungan baik dengan mereka. Kenali rasa cemas, takut, dan yang mereka rasakan dalam dirinya. Karena jika hubungan itu baik, semua yang kamu putuskan dan pakai di dalam kelas akan bermakna. Karena hubungan itu, maka guru dan murid akan berusaha sebaik mungkin untuk saling tidak mengecewakan dan menjadi versi terbaik dari dirinya. Saya memilih kamu menjadi guru di sini bukan hanya agar murid pintar Bahasa Inggris saja, tetapi agar murid belajar tentang karakter, perbedaan, identitas, dan value yang melekat padamu. Ajarkan dan ceritakan mereka tentang yang ada di negaramu, alasanmu berpakaian berbeda, value yang mungkin anak Polandia perlu tahu. Bahasa Inggris nanti akan jadi bonusnya. Jadikan mereka pribadi yang lebih baik, bukan hanya di rapor semata, tetapi dalam kehidupan nyata.”