
Siapkan Generasi Emas Berakhlakul Karimah
Merdeka.. Merdeka.. Merdeka.. Allahuakbar..!!
Pekik kemerdekaan mulai menggema seantero raya Indonesia. Bendera, umbul-umbul indah menari berjejer rapi, disertai tawa riang warga yang mengisi sore dengan ragam lomba dan aksi.
Gema kemerdekaan yang diperoleh dengan bersusah payah, bukan hanya sekedar materi dan tenaga, namun tak jarang nyawa sebagai taruhannya. Maka dari itu, akan sangat tidak bijak jika kita sebagai penerus bangsa menyia-nyiakan perjuangan mereka dan melemahkan semangat kemerdekaan dengan hal-hal yang kurang bermanfaat, bahkan saling bertikai satu sama lain. Sangat miris tentunya, ketika sama-sama kita saksikan hampir setiap hari berita yang muncul di berbagai media adalah berita-berita negative, terutama berita kriminal yang merajalela hampir di seluruh pelosok negeri. Kesia-siaan lain yang dapat kita saksikan bersama yaitu adanya upaya penjajahan yang bersifat melenakan seperti maraknya game, fashion, makanan, yang membuat generasi masa kini semakin terbelenggu. Ditambah lagi gaya hedonis yang ditampilkan oleh para publik figur seperti selebgram, konten kreator, dan sejenisnya yang seharusnya dapat menjadi panutan dalam hal yang positif, tetapi malah terkadang sebaliknya.
Gaya hedonis ini membawa dampak yang begitu besar pada melemahnya semangat kemerdekaan terutama untuk kalangan remaja. Banyak kaum muda Indonesia yang kini berorientasi pada materi dan semakin memiliki pemikiran yang pragmatis. Bagi mereka, kekayaan adalah segalanya bahkan jika harus saling menyakiti teman atau saudara sendiri tak menjadi masalah karena yang penting bagi mereka dapat eksis di manapun. Tak jarang pula gaya hedonis ini diwujudkan melalui berbagai cara yang tidak sesuai dengan kaidah agama maupun budaya luhur bangsa. Misal, maraknya prostitusi dan LGBT di kalangan remaja, semakin sering kita jumpai. Seringnya alasan keluar dari mereka melakukan hal demikian dikarenakan tuntutan ekonomi yang bagi mereka tidak cukup. Penyimpangan sosial dilakukan dengan dalih agar dapat merubah nasib, menjadi kaya dan merasa diterima. Mereka tidak sadar bahwa bahaya dari penyimpangan ini bukan hanya mengintai mereka, tetapi justru mengancam seluruh kelangsungan umat manusia. Masih ingat cerita kaum Nabi Luth kan? Cerita ini bukan fiktif atau dongeng, tetapi sudah ada bukti nyata betapa murkanya Allah pada manusia yang demikian.
Agustus tahun ini, Indonesia akan memasuki usia yang ke 78 tahun. Usia yang telah melampaui usia Rasul panutan kita Muhammad SAW. Usia yang lebih dari sekedar matang untuk membawa Indonesia pada terwujudnya generasi emas tahun 2025. Beragam cara telah dilakukan pemerintah untuk mewujudkan kemerdekaan dalam berbagai bidang, salah satunya pendidikan yang dirombak secara besar-besaran guna mengembalikan lagi hakikat pendidikan yang bermuara pada tercapainya kemerdekaan dalam belajar baik untuk murid, guru maupun sekolah. Kemerdekaan yang bukan berarti kebebasan dalam melakukan segala hal, tetapi kemerdekaan guna menuju kesejahteraan bagi masyarakat.
Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) diterapkan guna mengubah paradigma pendidikan yang dulunya bersifat kaku, harus begini dan begitu, menjadi pendidikan yang berpihak pada murid dan memanusiakan manusia. Pada IKM ini murid diharapkan dapat berkembang sesuai karakteristik dan potensi yang dimilikinya, sedangkan guru berperan penuh sebagai fasilitator yang menuntun terwujudnya cita-cita anak didiknya. Sudah tidak zamannya lagi guru mendominasi dan menjadi satu-satunya sumber belajar bagi murid, ditengah perkembangan arus informasi dan teknologi yang telah murid kita kuasai. Sama halnya dengan murid, guru pun harus dapat selangkah lebih maju dalam mengasah ilmu. Zaman sekarang, guru harus melek teknologi dan selalu update informasi. Istilah sebuah kata, “jika guru malas belajar, maka berhentilah menjadi guru”. Oleh karena itu, pengembangan potensi wajib hukumnya bagi profesi mulia ini.
Tidak ada istilah santai lagi untuk sekedar ikut arus, tetapi menjadi seorang guru harus bisa membawa perahu menerjang badai. Seperti yang telah disampaikan pada paragraf sebelumnya, yaitu maraknya hal-hal negatif yang semakin menjadi. Maka dari itu, tantangan guru di masa ini tidaklah mudah. Tapi inilah cara kita sebagai seorang pendidik dalam mengisi kemerdekaan, yaitu turut berkembang mengikuti zaman dan perupaya menyiapkan generasi emas Indonesia yang berakhlakul karimah.
Oleh : Revita Yanuastuti, S.Pd.