MENGURAI KEMACETAN DAN POLUSI Di KOTA-KOTA BESAR
Polusi dan kemacetan lalu lintas sepertinya telah menjadi pemandangan sehari-hari khususnya di kota-kota besar. Di jalan-jalan tertentu, khususnya pada jam-jam kerja sudah dipastikan jalanan akan macet. Adakah alternatif untuk mengurai kemacetan ini? Kita harus optimis bahwa tidak menutup kemungkinan masalah kemacetan dapat diatasi, tentu saja, hal ini memerlukan dukungan dan kesadaran dari berbagai pihak baik masyarakat, pemerintah dan aparat lalu lintas.
Faktor kemacetan
Masalah kemacetan lalu lintas terjadi karena beberapa faktor pertama, penggunaan kendaraan pribadi selain menyebabkan bertambahnya polusi udara dan suara, juga menyebabkan kapasitas jalan raya terkesan sempit, walaupun hanya di beberapa jalan utama saja, sehingga sering terjadi kemacetan yang luar biasa tidak hanya pada jam-jam sibuk. kedua, belum tersedianya lahan parkir khusus. Beberapa tempat parkir saat ini belum dikelola secara maksimal dan belum cukup memadai untuk menampung banyaknya kendaraan sehingga tempat-tempat parkir masih memanfaatkan bagian tepi jalan raya yang memicu semakin sempitnya jalan, jalanan menjadi tidak rapi dan mengganggu pemandangan. Parkir kendaraan di pinggir jalan khususnya mobil, menghabiskan hampir separuh jalan, selain menyebabkan macet juga membuat jalanan menjadi sesak. ketiga, zebra cross belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pejalan kaki. Umumnya mereka masih memilih menyeberang di tempat yang mereka kehendaki sehingga menambah lalu lintas semakin semrawut.
Perlu solusi
Mengurangi problem kemacetan di kota-kota besar, salah satunya bisa dengan melakukan optimalisasi penggunaan BRT (Bus Rapd Transit) yang sudah ada di kota-kota besar.
Adanya BRT (Bus Rapid Transit) merupakan satu inovasi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan transportasi umum. Namun, kehadiranya masih perlu dikelola secara maksimal. Kenyamanan dan efisiensi BRT menjadi hal terpenting dalam pelayanan terhadap penumpang, karena kedua hal itu menjadi daya tawar untuk menarik masyarakat agar beralih ke penggunaan transportasi umum sehingga pemakaian kendaraan pribadi akan berkurang. Rute BRT juga harus strategis, sehingga menjangkau masyarakat di berbagai wilayah di kota tersebut. Bila BRT sudah difungsikan secara optimal, memungkinkan dapat mengurangi pemakaian kendaraan pribadi, sehingga dapat mencegah kepadatan lalu lintas. Selain itu, untuk mencegah agar para penyeberang jalan tidak menyeberang di tempat yang tidak semestinya, maka traffic light tidak hanya di pasang di perempatan atau pertigaan jalan saja, tetapi di tempat-tempat zebra cross berada. Demi ketertiban lalu lintas, pemerintah dalam melalui kepolisisan lalu lintas harus mensosialisasikan secara terus menerus bahwa kendaraan harus mendahulukan penyeberang jalan, tetapi realitasnya sebaliknya, para penyeberang jalan biasanya mendahulukan pengguna kendaraan karena saking banyaknya kendaraan yang melaju kencang walaupun terdapat zebra cross. Maka, demi keselematan, para penyeberang jalan terpaksa menunggu lama untuk kendaraan lewat hingga jalan benar-benar aman untuk menyeberang.
Di Negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, traffic light diberlakukan di setiap zebra cross, bahkan di jalan satu arah sekalipun. Traffic light biasanya dikontrol sendiri oleh penyeberang jalan karena di tiap tiang traffic light diberi tombol yang ketika di pencet maka dalam 10 detik traffic light akan menyala merah, sehingga penyeberang jalan dapat menyeberang dengan aman tanpa menunggu lama hingga kendaraan habis. Cara demikian akan lebih efektif dan efisien karena penyeberang tidak perlu risau lagi ketika harus menyeberang karena Traffic Light dikendalikan sendiri oleh penyeberang jalan. Fasilitas seperti ini baru ada di Jakarta pada masa Gubernur DKI Anies Baswedan dengan penataan program tata kotanya. Tentu kita berharap, hal ini bisa diterapkan di semua kota besar di seluruh Indonesia.
Budayakan Jalan kaki
Membudayakan jalan kaki di area pusat kota seperti alun-alun, barangkali bisa menjadi solusi alternatif untuk mengurangi pemakaian kendaraan pribadi. Tentu saja, harus dimulai dengan daya dukung infrastruktur di area “city walk” khususnya di sepanjang jalan utama, alun-alun dan tempat-tampat strategis lainnya. Di sepanjang trotoar bisa dibuat agar para pejalan kaki merasa nyaman dengan ditanami pepohonan di setiap sisi-sisinya, sehingga dapat menciptakan suasana teduh dan rindang. Selain itu, beberapa pedagang kaki lima yang masih menggunakan trotoar untuk berdagang bisa menggunakan tempat yang lebih sesuai demi ketertiban dan keindahan. Trotoar hanya diperuntukan oleh para pejalan kaki saja. Berjalan kaki, Selain dapat mengurangi polusi, kemacetan lalu lintas, juga dapat mengurangi kepadatan lahan parkir. Selain itu, berjalan kaki juga menciptakan tubuh lebih bugar dan sehat serta bebas polusi. Butuh edukasi menyeluruh dan konsisten kepada masyarakat.
Tidak ada salahnya, berkaca dengan Negara tetangga baik Singapura, Malaysia, Jepang dan Negara-negara maju lainnya. Tidak hanya, lalu lintasnya yang tertib, tetapi kawasan “city walk” di sana juga berfungsi secara optimal. Maka, tidak menutup kemungkinan bahwa di kota-kota besar di Negara kita, dapat menjadi kota yang nyaman dengan lalau lintasnya yang teratur. Tentu saja, dengan kerja sama berbagai pihak baik yaitu pemerintah, masyarakat dan aparat.
* Pemerhati masalah lingkungan dan pendidikan, tinggal di Semarang.
Oleh : Sugiharti