Menghayati Arti Kemerdekaan
Indonesia merupakan negara yang merasakan penjajahan asing selama lebih kurang tiga ratus lima puluh tahun. Berbagai peristiwa nasional baik secara diplomasi sampai dengan pertumpahan darah, pernah berlangsung dalam rangka mengembalikan kemerdekaan Indonesia. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II pada tahun 1945, bangsa Indonesia telah bersiap untuk mengumandangkan kemerdekaan Indonesia secara sah. Namun, keinginan untuk merdeka tersebut terhalang oleh keinginan penjajah Belanda yang didukung oleh sekutu untuk merebut kemerdekaan Indonesia, dan merebut kekuasaan kembali di Nusantara ini. Untuk mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan, bangsa Indonesia melakukan revolusi fisik antara tahun 1945 sampai tahun 1950. Masa itu merupakan masa yang berat dirasakan oleh rakyat Indonesia. Meskipun negara Indonesia telah berdiri usai dinyatakan kemerdekaan 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum dapat mengatur pemerintahan, karena adanya penetrasi Belanda dan NICA yang ingin menguasai bangsa Indonesia. Tentunya hal tersebut membuktikan bahwa tidak mudah untuk menjadi negara yang merdeka bagi Indonesia (Yusmita, 2013: 187).
Memperingati hari kemerdekaan, sejauh ini yang kita ketahui, adalah dengan upacara bendera, lomba tujuh belas Agustus-an, karnaval, bergaya busana ala pahlawan, malam tirakatan, jalan sehat bersama dan sebagainya. Apa hanya itu saja cara kita memperingati hari kemerdekaan RI? Tentu tidak mudah bagi kita untuk menjawab dengan segala keterbatasan pengetahuan kita.
Sebenarnya peringatan seperti tersebut sah-sah saja jika sesuai dengan porsinya. Yang terpenting bagaimana kita merenungi arti atau makna kemerdekaan sebenarnya. Selama ini, kita lebih disibukkan dengan upacara, menyiapkan konsumsi malam tirakatan, bersenang-senang dalam lomba tujuh belasa Agustusan, hingga heboh menyiapkan doorprize untuk jalan sehat. Menurut hemat penulis, hal itu tidak lebih dari sekedar having fun. Kegiatan tersebut minim esensi, karena hanya mengisi kemerdekaan dengan sebatas seremonial, menjaga persatuan, kerukunan dan gotong royong secara simbolis saja. Terbukti, usai bulan Agustus, tidak ada lagi isu sejarah, kepahlawanan, kemerdekaan, nasionalisme dan sejenisnya yang perlu dibahas. Hanya sekadar numpang lewat begitu saja tanpa berarti.
Sudah selayaknya kita mulai mendalami arti mengisi kemerdekaan. Mendorong diri sendiri dan siswa untuk terus memperbanyak membaca serta belajar sejarah demi menguak kebenaran dari berbagai misteri yang ditutup oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sehingga kita dapat arif melangkah kedepan dalam membangun bangsa. Jangan sampai melupakan sejarah, sehingga kita hilang arah dan mudah termakan hoax serta provokasi. Jadilah pribadi yang cerdas dan senantiasa melek sejarah.
Oleh : Irma Erviana