Jiwa Pramuka, Bijak dalam Menggunakan Medsos
Tidak perlu diragukan lagi kehebatan media sosial dalam mempengaruhi pola pikir dan cara pandang hidup seseorang. Informasi pendidikan, kesehatan, ekonomi, investasi, peluang kesempatan karir semua tersedia di media sosial. Begitu menjamurnya medsos ini di tengah-tengah kehidupan kita dan tak sedikit pengguna menjadikannya sebagai ajang mencari popularitas, baik itu berupa prestasi atau ketenaran, bahkan sebagai sumber penghasilan. Terbukti hanya dengan kekuatan netizen Indonesia dapat menjatuhkan dan menaikkan pamor seseorang. Masih ingat dengan kondisi jalan salah satu kota di Indonesia yang tak kunjung diperbaiki hingga membuat salah satu pemuda lokal memviralkan melalui akun media sosialnya. Tanggapan datang dari seluruh netizen, salah satunya ialah kecaman terhadap pemerintah. Kasus anak seorang pejabat yang harus mendekam di jeruji besi karena terlibat aksi pengeroyokan, hingga mempengaruhi pamor orang tuanya sehingga dicopot dari jabatanya. Seruan dan serbuan dari netizen Indonesia datang tidak hanya dari kalangan anak muda, melainkan juga orang tua.
Banggakah kita menjadi bagian dari netizen Indonesia? Atau banggakah kita sebagai penduduk Indonesia? Sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia bahwa masyarakat Indonesia mendapatkan predikat sebagai salah satu penduduk teramah di antara beberapa penduduk di berbagai negara. Akan tetapi semuanya berbanding terbalik dengan fakta di media sosial, bahwa penduduk Indonesia terkenal dengan karakter bar-barnya sehingga menjadi tidak ramah di mata dunia. Jika sudah seperti ini, lantas siapa yang harus disalahkan? Pemerintah? Masyarakat? Atau sistem pendidikan di Indonesia? tidak cukupkah kita mendapatkan materi terkait pendidikan karakter bagi anak-anak bangsa? Kurangkah kita sebagai pengajar dan pendidik menanamkan nilai-nilai karakter pada anak bangsa? Bahkan kurikulum yang saat ini mengusung nilai-nilai pelajar pancasila, masih membutuhkan proses kerja keras untuk sampai ke arah tujuan.
Generasi Z sebuah sebutan untuk generasi anak bangsa saat ini. Kita sebagai pendidik dan pengajar senantiasa memberikan teladan dan keteladanan, akan tetapi itu tetap dirasa kurang jika hanya dilakukan oleh pendidik atau pengajar saja. Untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter positif tidak hanya dilakukan di ruang lingkup sekolah saja, melainkan perlu dilakukan dan digerakkan di luar lingkup sekolah, di antaranya keluarga dan masyarakat. Keluarga sebagai teladan yaitu orang tua dan anggotanya merupakan anak-anaknya. Lingkup masyarakat ialah diri kita sendiri dan tetangga serta masyarakat. Akan tetapi, terdapat satu kegiatan yang berada di luar lingkup sekolah namun tetap terkontrol oleh pihak sekolah bahkan masyarakat, yaitu melalui kegiatan pramuka. Pada dasarnya, pramuka merupakan kegiatan di luar sekolah yang mengajarkan rasa untuk mencintai alam, menumbuhkan rasa kekeluargaan dan kekompakan serta kedisiplinan yang beramalkan Tri Satya dan Dasa Dharma.
Pendidikan kepramukaan sangat relevan dengan pendidikan karakter bangsa, karena di dalam gerakan pramuka merupakan lembaga yang menggunakan prinsip pendidikan dalam arti yang luas, bertumpu pada belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bermasyarakat, dan belajar untuk mengabdi. Keempat hal tersebut sangat sesuai dengan nilai-nilai karakter yang ditanamkan ke anggota gerakan pramuka yang berupa komitmen diri berupa Kode Kehormatan Pramuka berupa “satya atau janji” (Dwi Satya dan Tri Satya), ketentuan moral berupa Dwi Dharma dan Dasa Dharma Pramuka. Langkah-langkah penanaman karakter pada anggota pramuka ditanamkan melalui pencapaian Syarat-Syarat Kecakapan Umum (SKU), Syarat-Syarat Kecakapan Khusus (SKK), dan Syarat Pramuka Garuda, serta kegiatan lain berupa pesta siaga, jambore, raimuna, bakti pramuka, dan pramuka peduli.
Nilai-nilai pendidikan karakter yang tertanam dalam Dwi Dharma dan Dasa Dharma Pramuka sangat relevan untuk membekali generasi penerus dari kemerosotan moral yang patut dijadikan sebagai pemikiran dan bahan rujukan bersama pendidik, masyarakat, orang tua, dan pemerintah. Pramuka sebagai salah satu pemecahan masalah bersama, menjawab sebuah tantangan dalam pendidikan karakter baik di dunia nyata maupun maya.
Kembali lagi pada persoalan sebagai pengguna media sosial, baik buruknya media sosial terletak pada niat dan tujuan dari pengguna. Seberapa bijak kita dalam mengkonsumsi dan menerima sumber informasi. Apakah langsung telan tanpa mengunyah atau mengunyahnya terlebih dahulu kemudian menelannya? Kita berharap semua anak bangsa mampu memahami dengan baik makna yang terkandung dalam Dwi Dharma dan Dasa Dharma Pramuka, sehingga paling tidak dapat membuka mata kita serta akan lebih bijak dalam penggunaan media sosial.
Oleh : Sisca Afriyanti, S.Pd.